Oleh: Ayu Alfiah
Jika melihat jaminan hak atas kemerdakaan beragam dan berkeyakinan (KBB), Indonesia masih mengalamai banyak tantangan dengan konflik-konflik yang terus menerus bermunculan. Bahkan dari segi hukum banyak peraturan perundang-undangan nasional yang diskriminatif.
Di antaranya adalah UU PNPS 1965, UU nomer 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan yang masih menggunakan istilah “agama yang belum diakui”, kemudian Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomer 9 mengatur pendirian rumah ibadah. Pada tingkatan sosial, masih banyak terjadi tindakan intoleransi mulai dari penutupan rumah ibadah, penyerang terhadap kelompok agama atau kepercayaan yang berbeda dan pemindah-paksaan sekelompok penganut agama tertentu dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
Menanggapi hal diatas, orang muda memiliki peluang untuk menyelesaikan hal tersebut. Orang muda berpotensi untuk menjadi pemimpin di masa mendatang, dan mencegah terjadinya perpecahan sosial yang berlatar agama. Dimulai dengan pemberian kapasitas untuk pemenuhan hak atas KBB seperti yang dilakukan oleh Wahid Foundation bekerja sama dengan Hivos, Yayasan Paramadina, Fahmina dan LBH Jakarta membentuk program yang dinamai Respect and Dialogeu (READY). Hal ini diharapkan dapat menjadi investasi jangka pendek dan panjang.
Jangka pendeknya orang muda dengan mudah menyebarkan informasi kepada teman sebayanya. Pada jangka panjang, orang muda memiliki dasar pandangan untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap kelompok agama atau kepercayaan minoritas. Dan pemahamannya ini bisa dikembangkan menjadi sebuah landasan atas pemenuhan hak KBB bagi siapapun.