Bayangkan, di Indonesia, dengan sentuhan bahasa cinta antar sesama, semuanya bisa duduk bersebelahan dalam satu ruang kelas. Dalam hal ini, guru tidak sekedar mengajar namun juga sebagai orang tua kedua ketika anak-anak berada di sekolah.
Begitu pula orang tua di rumah, menjadi guru yang kedua bagi putra-putrinya. Perbedaan bukan dijadikan alat untuk saling membenci melainkan kekuatan untuk memelihara perdamaian.
Di media sosial pun, perbedaan mesti tetap dijaga. Jangan karena beda sedikit langsung dimusuhi. Kacau itu namanya.